Sabtu, 29 Oktober 2011

Peran Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata Pantai Berkelanjutan


Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km tentunya memiliki modal untuk mengembangkan potensi pariwisata pantai yang dimilikinya. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Meskipun demikian, sektor pariwisata khususnya pariwisata pantai sangat rentan terhadap faktor-faktor lingkungan alam, keamanan, dan aspek global lainnya. Contoh kerusakan alam adalah rusaknya terumbu karang hampir di sepanjang pantai Indonesia, padahal terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki dan tidak ternilai harganya. Manfaat terumbu karang yang langsung adalah habitat bagi sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata dan juga melindungi pantai wisata.

Saat ini permasalahan yang sering terjadi pada pengelolaan pariwisata pantai selain penurunan kualitas lingkungan dan keberadaan sarana dan prasarana yang kurang memadai adalah kurangnya integrasi antara masyarakat sekitar dengan kawasan pariwisata itu sendiri. Hal ini disebabkan karena manfaat yang dihasilkan dari keberadaan kawasan pariwisata tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat dan menyebabkan kurangnya rasa memiliki terhadap kawasan pariwisata tersebut. Padahal dari keberadaan masyarakat yang sering dibaikan ini dapat dikembangkan potensi kebudayaan yang dimiliki masyarakat sekitar seperti upacara adat, dsb.

Seperti yang  disampaikan Edwin Permana, Happy Ratna Santosa, dan Bambang Soemardiono dalam makalahnya “Integrasi Pengembangan Wisata Pantai dan Permukiman Nelayan di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan dalam Rangka Konservasi Alam” yang disampaikan dalam Seminar Nasinal Perumahan dan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 Jurusan Arsitektur  FTSP ITS yang menyebutkan bahwa keikutsertaan masyarakat sekitar dapat juga ikut menjaga kelestarian lingkungan setempat.  

Dalam makalah tersebut dilakukan analisa penataan kawasan di pesisir barat Kabupaten Bengkulu Selatan agar terjadi integrasi antara kawasan wisata pantai dan permukiman nelayan dengan tujuan konservasi alam. Analisa yang digunakan antara lain terdiri dari :
·         Analisis Kondisi Fisik Kawasan Wisata Pantai
Melakukan analisis terhadap kondisi fisik kawasan seperti kondisi topografi, jenis vegetasi, kerentanan terhadap bencana, dll.
·         Analisis Karakteristik Kepariwisataan
Analisis dilakukan menggunakan kuisioner terhadap tingkat pengenalan masyarakat terhadap obyek wisata.
·         Analisis Kesesuaian Lahan
Peta yang diperlukan adalah peta tata guna lahan, peta topografi, peta ketinggian, peta geologi dan tanah, peta vegetasi serta peta DAS, kemudian dilakukan teknik overlay untuk mengetahui nilai kemampuan lahan masing-masing.
·         Analisis Permukiman Nelayan dan Potensi Masyarakat Nelayan
Menganalisa pola perkembangan permukiman, aspek sosial masyarakat seperti kebudayaan setempat, dll.
·         Analisis Triangulasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Pariwisata

·         Analisis Penataan Kawasan Dengan Pendekatan Teori Urban Design Terkait Dengan Sistem Linkage
Analisa dilakukan dengan melihat hubungan Penataan elemen-elemen pembentuk kawasan dengan sistem linkage seperti adanya papan pentunjuk arah, penanda kawasan berupa node, landmark, schupture serta pembentukan pola sirkulasi/koridor dengan membedakan dimensi jalan serta material.

Dari semua analisa yang dilakukan, diambil kesimpulan bahwa Potensi khas yang dapat dikembangkan pada wilayah studi yaitu karakteristik alam yang masih alami. Karakteristik aktifitas dan budaya masih terjaga dalam kehidupan masyarakat seperti kegiatan selamatan pantai, atraksi kesenian serta aktifitas pengolahan hasil ikan dengan pembuatan perahunya ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Selain itu Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan maka pada wilayah studi dapat dibagi atas 3 (tiga) zona yaitu : Zona Konservasi, Zona Kegiatan Wisata dan Zona Perluasan Permukiman. Sedangkan berdasarkan pemanfaatan dapat dibagi dalam 4 zona yaitu : zona wisata pantai, wisata budaya dan permukiman Nelayan, zona permukiman dan persawahan serta daerah yang dapat dikonservasi. Orientasi permukiman nelayan diupayakan menghadap ke arah laut. Penyediaan fasilitas kepariwisataan didasarkan pada pembagian zona yang memiliki kedekatan fungsi serta menciptakan keterhubungan antarkawasan wisata guna memudahkan aksesbilitas pengunjung.

Saat ini pengembangan kawasan pariwisata harus mengakomodir prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment di Maldivest tahun 1997 yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup  antar generasi dalam distribusi kesejahteraan. Gunn, 1994 mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu :1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) Menjamin kepuasan pengunjung, 4) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakatdi sekitar kawasan dan zona pengembangan.

Konsep penataan ruang dalam makalah ” Integrasi Pengembangan Wisata Pantai dan Permukiman Nelayan di Pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan dalam Rangka Konservasi Alam” ini sudah cukup baik untuk dicoba diterapkan pada kawasan pesisir barat Kabupaten Bengkulu Selatan. Konsep ini mampu mengintegrasikan keberadaan masyarakat dan konservasi alam yang diharapkan selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat juga dapat menjaga kelestarian lingkungan. Konsep ini juga mampu menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat merupakan sebuah potensi dan tidak seharusnya diabaikan. Selain itu diharapkan konsep ini dapat menjadi tambahan referensi bagi pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan pada khususnya dan pemerintah daerah lain pada umumnya dalam mengembangkan konsep pariwisata pantai yang berkelanjutan.







Senin, 21 Maret 2011

Perugia, Sebuah Kota Puncak Bukit di Italia

Perugia merupakan ibukota wilayah Umbria di Italia Tengah. Memiliki jumlah penduduk 160.000 jiwa di area seluas 450 km2. Kepadatan penduduk kota ini mencapai 300 jiwa per km2. Perugia merupakan contoh klasik kota puncak bukit abad pertengahan yang terletak di Italia. Titik tertinggi Kota Perugia berdiri di atas dua puncak bukit yaitu puncak bukit Matahari dan bukit Landonis. Perugia merupakan pusat pendidikan dan kesehatan besar. Kota ini juga merupakan tuan rumah pada beberapa festival internasional.
Pada abad pertengahan, Perugia membentuk fase ekspansi besar dan kota yang ditandai dengan dibangunnya dinding pembatas untuk pertahanan karena dulunya kota ini adalah Papal State dan pernah memberontak terhadap tirani Vatikan dua ratus tahun silam. Perkembangan kota yang mulai menyebar di sepanjang lereng bukit, mengakuisisi konvormasi berbentuk bintang.
Perugia merupakan pusat seni terkenal dari Italia. Pelukis terkenal Pietro Vannuci, yang dijuluki Perugino, adalah penduduk asli Citta della Pieve yang letaknya dekat dengan Perugia. Selain itu, Raphael sanzio, ahli lukis dan arsitektur terpelajar Italia juga pernah tinggal di kota ini. Hal ini menyebabkan Perugia tumbuh menjadi kota yang menawarkan banyak bangunan bersejarah yang indah dan elegan, beberapa diantaranya adalah :
§  Gereja dan biara San Pietro, berdiri pada abad ke 16 akhir.

§  Basilika San Domenico yang mulai dibangun pada tahun 1394 dan selesai pada tahun 1458. Gereja ini dirancang oleh Giovanni Pisano dan dekorasi interior yang didesain ulang oleh Carlo Maderno.
§  Gereja Sant Angelo, ini adalah contoh seni Palaeo-Kristen dengan rencana pusat mengingat Santo Stefano Rotondo di Roma. Gereja ini memiliki 16 kolom antik.
§  Gereja Sant Ercolano dibangun pada abad 14 awal. Bangunannya menyerupai sebuah menara polygonal dan pernah memiliki 2 lantai yang kemudian satu lantainya dirobohkan ketika Paolina Rocca dibangun.
§  Palazzo dei Priori yang dibangun selama periode komunal, terletak di Corso Vannucci.

Ciri Fisik dan Non Fisik Kota Perugia
1.    Ciri Fisik
Salah satu ciri fisik Perugia yang merupakan kota puncak bukit adalah pola dan bentuk kotanya. Berbeda dengan kota-kota di daerah dataran yang dapat tumbuh dan berkembang dengan berbagai bentuk dan pola, bentuk dan pola yang berkembang di Perugia menyesuaikan dengan bentuk lansekap bukit terutama bagian puncak dan sekelilingnya. Jaringan jalan melingkar mengikuti kontur dan beberapa bangunan utama ditempatkan di bagian puncak.

Selain topografinya yang merupakan kota puncak bukit, Perugia yang merupakan salah satu kota mediaeval menyebabkan masih kentalnya suasana kota jaman abad pertengahan di Kota Perugia ini. Masih banyak terdapat bangunan-bangunan dengan dinding kuno yang masih dipertahankan sampai sekarang dan hal ini tentunya memberikan ciri tersendiri bagi wujud Kota Perugia.
2.    Ciri Non Fisik
Sebagai kota pelajar dengan dua universitas besar yang ada, membuat Perugia menjadi “rumah” bagi ribuan siswa baik asing maupun dari Italia sendiri.
Selain itu Kota Perugia yang terkenal dengan produksi coklatnya menawarkan pameran coklat internasional tiap tahunnya di bulan oktober yaitu Eurochocolate.
  Aspek Dominan yang Mempengaruhi Bentuk Kota Perugia
Sama seperti kota-koata lainnya,dalam perkembangannya, pola dan bentuk Kota Perugia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, sosio kultur masyarakat, kepentingan pertahanan, kehidupan politik, dan kehidupan religius masyarakat. Akan tetapi faktor paling dominan yang mempengaruhi pola dan  bentuk Kota Perugia adalah faktor topografi. Letak Kota Perugia yang berada di puncak bukit menyebabkan Kota Perugia tumbuh dan berkembang menyesuaikan dengan kondisi topografi daerah puncak bukit tersebut. Kondisi topografi puncak bukit tentunya sangat berbeda dengan kondisi dataran, hal ini menyebabkan perbedaan bentuk dan pola perkembangan Kota Perugia dengan kota-kota lain yang berlokasi di dataran yang cenderung dapat tumbuh dan berkembang dengan berbagai pola dan bentuk.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul faktor pendorong lain yang mempengaruhi pola dan bentuk kota, salah satu contohnya adalah faktor sosio kultur masyarakat setempat. Kota Perugia yang merupakan tempat tinggal beberapa pelukis terkenal dan berbakat pada abad pertengahan, membuat Kota Perugia tumbuh sebagai kota mediaeval yang penuh dengan bangunan-bangunan indah bersejarah di tiap sisinya. Dan suasana abad pertengahan ini masih terus dipertahankan sampai saat ini.
 

Sabtu, 01 Januari 2011

Untuk Indonesia


Pernahkah anda mendengar ada orang yang mempunyai kartu pemilih atau KTP lebih dari satu? Atau bahkan saat ini anda sendiri sedang mengalaminya?
Sebagian dari kita mungkin merasa heran ketika mengetahui ada orang yang mempunyai KTP atau kartu pemilih lebih dari satu bahkan ada orang-orang yang langsung menuduh bahwa hal ini disebabkan oleh kelalaian petugas kelurahan. Padahal mungkin saja hal ini disebabkan oleh kita sendiri. Tidak bisa dipungkiri saat ini banyak dari kita yang menyepelekan hal-hal “kecil” seperti melapor kepada pengurus RW ketika ada salah satu anggota keluarga kita yang meninggal ataupun menikah sehingga anggota keluarga tersebut harus pindah ke tempat lain. Mungkin kita berpikir bahwa hal tersebut tidak akan terlalu berpengaruh besar terhadap kita ataupun terhadap data yang ada di kelurahan. Tetapi coba anda bayangkan jika semua orang yang pindah dari tempat asalnya ataupun keluarga yang salah satu anggota keluarganya meninggal mempunyai pikiran yang sama seperti yang kita pikirkan. Tentunya hal ini akan sangat berpengaruh terhadap data kependudukan yang ada dan menyebabkan data tersebut tidak lagi valid. Padahal data kependudukan ini akan diperlukan ketika akan menghitung infrastruktur yang dibutuhkan dalam satu kawasan seperti jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan pembuangan sampah, dan sebagainya. Mungkin kebutuhan infrastruktur ini masih bias dihitung menggunakan data yang tidak valid ini tetapi tentunya hasilnya akan berbeda apabila data kependudukan tersebut benar-benar valid.
Akibat lain dari ketidak acuhan kita terhadap pendataan penduduk tersebut adalah seperti yang sudah saya sebutkan di atas, memiliki KTP ataupun Katu Pemilih lebih dari satu. Saya jadi teringat pengalaman nenek saya yang ketika akan Pemilu ternyata beliau mendapatkan dua Kartu Pemilih. Satu kartu beliau dapatkan dari kelurahan dimana beliau tinggal saat ini dan satu lagi dari kelurahan dimana beliau tinggal dulu. Padahal nenek saya sudah pindah dari kelurahan tersebut selama belasan tahun. Pada awalnya nenek saya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Tetapi hal ini menjadi berbeda ketika beberapa hari kemudian beliau menonton berita di televisi yang menyebutkan ada seorang ibu yang terancam dipenjara akibat memiliki dua kartu pemilih. Isi berita tersebut langsung membuat nenek saya segera melapor kepada pengurus RW setempat tentang Kartu Pemilih beliau yang lebih dari satu. Dan hari-hari berikutnya saya masih saja mendengar berita-berita tentang orang-orang yang memiliki kartu pemilih lebih dari satu. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang kurang peduli terhadap pentingnya kevalidan data kependudukan yang dimiliki suatu Negara. Rendahnya tingkat kesadaran ini tentu perlu diubah agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan. Tentunya perubahan ini tidak bisa sekaligus terjadi tetapi paling tidak kita bias memulainya dari diri dan keluarga kita sendiri terlebih dahulu. Hal yang bisa kita lakukan adalah sesibuk apapun kita, cobalah untuk meluangkan sedikit waktu untuk sekedar melapor apabila terjadi perubahan di keluarga kita kepada pengurus RW dimana kita tinggal. Perubahan tersebut bisa disebabkan oleh kejadian Lahir, Mati, Pindah, dan Datang.